Ia sebenarnya protes pada Tuhan, mengapa Beliau itu memberikan sepasang mata untuk melihat tapi dengan kemampuan yang terbatas? Mata bisa melihat betapa hitamnya kulit seseorang atau betapa memuakkanya sebuah wajah dan tubuh untuk dipandang. Entahlah, apakah sifatnya juga seburuk rupanya? Ya...tentu saja, sesuai keinginan mata-mata yang melihatnya. Ia tak punya pilihan lain lagi selain menjadi apa yang mereka nilai, karena dengan itulah ia merasakan keberadaannya. Ia baik hati pada dasarnya, tapi mengapa, mata-mata itu menilai kebaikannya hanyalah hangat-hangat tai ayam?
“Ah...aku lebih nyaman jika ia jahat seperti rupanya” kata sepasang mata berwarna cokelat dengan iris yang begitu gelap. Mata yang begitu indah dan sepertinya alergi sekali melihat hal-hal yang buruk.
“Mumpung ia sedang bertobat, kenapa tidak kita manfaatkan saja kebaikannya? Toh kita juga membantu Tuhan untuk menguji mentalnya?” kata sepasang mata lain, yang dihiasi bingkai bening. Pantas saja mata ini lebih buta karena dihalangi benda bening yang sarat ilusi itu.
“Hahaha.... kapan kita tidak pernah memanfaatkan orang baik?” sambung sepasang mata lain yang dihiasi bulu mata lentik, dan tanpa lelah ia terus berkedip-kedip karena begitu bangganya.”ironisnya, kita yang indah-indah ini yang selalu dinilai baik. Perlu usaha yang lebih keras lagi bagi mereka yang terlahir buruk untuk dinilai baik.”
Yah... begitulah mata dengan sejuta nilai absolute akan realita,dingin dan tanpa rasa. Harus bagaimana lagi? Toh kekuatan penilaian mata-mata itu begitu hebatnya, hingga bisa mengalahkan kepercayaan dirinya sendiri. Serasa mahluk yang perlu di daur ulang saja agar sedikit lebih enak dilihat. Kenapa? Ia tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk menjadikannya tampak buruk. Apakah ini adalah salah ayah dan ibunya karena tidak bisa memeliharanya dengan benar sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang susah diterima mata sehat? Atau mungkin keberadaannya ini merupakan sebuah kesalahan karena sosoknya begitu enak dipakai lelucon. Haha... atau mungkin ia terlahirpun ternyata hanyalah sebuah lelucon!! Lalu kemana lagi kakinya harus menapak agar dunia bisa menerimanya? Yah...sebuah rawa dan hutan belantara dengan sepi yang senantiasa setia menyambut hadirnya, atau kembali saja ke dalam tanah, air, udara dan panas yang telah gagal membentuk dirinya tidak seperti manusia-manusia lain yang sempurna.
Namun ia tidak menyerah, untuk tetap menjadi baik, seperti apa yang ia baca dalam buku.. bukan untuk apa-apa... ia hanya ingin dilihat bahwa ia juga seorang manusia, mempunyai nama cantik untuk disebut dan bukan mahluk mutasi, badut, celeng atau apalah julukan-julukan kreatif lain untuknya. Bodohnya Ia juga tetap percaya pada hal-hal yang sudah mulai tidak berlaku dalam kehidupan nyata ini. Tentang rasa, tentang ketulusan....Tapi ia sudah tidak tahan, benar-benar muak! Ia mulai bangkit dengan cemoohan sebagai cambuk motivasi utamanya. Dulu setiap usaha adalah beban yang berat, yang menghasilkan canda tawa dari mata-mata itu. Diremehkan sudah menjadi makanan basi baginya. Namun kali ini usaha itu terasa begitu menyenangkan! Tentang bagaimana piagam-piagam itu telah mengangkat derajatnya, atau bagaimana terhormatnya ia mengenal orang-orang berjiwa besar, dan untuk pertama kalinya ia merasa bangga terhadap dirinya sendiri.
“ Ternyata mempunyai mata itu begitu nikmat! Terutama saat melihat mata-mata sedih dan menyesal itu dari ketinggian ini” katanya dengan senyum skeptis.” Mataku juga telah dimodifikasi dengan hati, jadi aku bisa tahu mana kawan-kawan sejati, dan mana yang patut dibenci.”
Ah... mata.... ia menyesal telah protes pada Tuhan, terhadap semua keluhan-keluhan bodohnya. Tuhan memang memberikan sepasang mata untuk melihat dengan kemampuan terbatas, namun pengalaman hidup, suatu kejatuhan, keterpurukan dan apapun itu, ternyata merupakan proses yang nantinya akan membuat mata itu istimewa! Jadi tinggal pilih mana yang ingin di upgrade, mata dengan hati, mata dengan logika, mata duitan, mata keranjang. Hahaha... ini baru segelintir cerita tentang mata... lalu bagaimana dengan organ tubuh lainnya? Ckckck... hidup itu begitu busuk jika tidak benar-benar dimaknai dengan hati, jadi nikmati sajalah pertunjukan yang ada.
cuk
“Ah...aku lebih nyaman jika ia jahat seperti rupanya” kata sepasang mata berwarna cokelat dengan iris yang begitu gelap. Mata yang begitu indah dan sepertinya alergi sekali melihat hal-hal yang buruk.
“Mumpung ia sedang bertobat, kenapa tidak kita manfaatkan saja kebaikannya? Toh kita juga membantu Tuhan untuk menguji mentalnya?” kata sepasang mata lain, yang dihiasi bingkai bening. Pantas saja mata ini lebih buta karena dihalangi benda bening yang sarat ilusi itu.
“Hahaha.... kapan kita tidak pernah memanfaatkan orang baik?” sambung sepasang mata lain yang dihiasi bulu mata lentik, dan tanpa lelah ia terus berkedip-kedip karena begitu bangganya.”ironisnya, kita yang indah-indah ini yang selalu dinilai baik. Perlu usaha yang lebih keras lagi bagi mereka yang terlahir buruk untuk dinilai baik.”
Yah... begitulah mata dengan sejuta nilai absolute akan realita,dingin dan tanpa rasa. Harus bagaimana lagi? Toh kekuatan penilaian mata-mata itu begitu hebatnya, hingga bisa mengalahkan kepercayaan dirinya sendiri. Serasa mahluk yang perlu di daur ulang saja agar sedikit lebih enak dilihat. Kenapa? Ia tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk menjadikannya tampak buruk. Apakah ini adalah salah ayah dan ibunya karena tidak bisa memeliharanya dengan benar sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang susah diterima mata sehat? Atau mungkin keberadaannya ini merupakan sebuah kesalahan karena sosoknya begitu enak dipakai lelucon. Haha... atau mungkin ia terlahirpun ternyata hanyalah sebuah lelucon!! Lalu kemana lagi kakinya harus menapak agar dunia bisa menerimanya? Yah...sebuah rawa dan hutan belantara dengan sepi yang senantiasa setia menyambut hadirnya, atau kembali saja ke dalam tanah, air, udara dan panas yang telah gagal membentuk dirinya tidak seperti manusia-manusia lain yang sempurna.
Namun ia tidak menyerah, untuk tetap menjadi baik, seperti apa yang ia baca dalam buku.. bukan untuk apa-apa... ia hanya ingin dilihat bahwa ia juga seorang manusia, mempunyai nama cantik untuk disebut dan bukan mahluk mutasi, badut, celeng atau apalah julukan-julukan kreatif lain untuknya. Bodohnya Ia juga tetap percaya pada hal-hal yang sudah mulai tidak berlaku dalam kehidupan nyata ini. Tentang rasa, tentang ketulusan....Tapi ia sudah tidak tahan, benar-benar muak! Ia mulai bangkit dengan cemoohan sebagai cambuk motivasi utamanya. Dulu setiap usaha adalah beban yang berat, yang menghasilkan canda tawa dari mata-mata itu. Diremehkan sudah menjadi makanan basi baginya. Namun kali ini usaha itu terasa begitu menyenangkan! Tentang bagaimana piagam-piagam itu telah mengangkat derajatnya, atau bagaimana terhormatnya ia mengenal orang-orang berjiwa besar, dan untuk pertama kalinya ia merasa bangga terhadap dirinya sendiri.
“ Ternyata mempunyai mata itu begitu nikmat! Terutama saat melihat mata-mata sedih dan menyesal itu dari ketinggian ini” katanya dengan senyum skeptis.” Mataku juga telah dimodifikasi dengan hati, jadi aku bisa tahu mana kawan-kawan sejati, dan mana yang patut dibenci.”
Ah... mata.... ia menyesal telah protes pada Tuhan, terhadap semua keluhan-keluhan bodohnya. Tuhan memang memberikan sepasang mata untuk melihat dengan kemampuan terbatas, namun pengalaman hidup, suatu kejatuhan, keterpurukan dan apapun itu, ternyata merupakan proses yang nantinya akan membuat mata itu istimewa! Jadi tinggal pilih mana yang ingin di upgrade, mata dengan hati, mata dengan logika, mata duitan, mata keranjang. Hahaha... ini baru segelintir cerita tentang mata... lalu bagaimana dengan organ tubuh lainnya? Ckckck... hidup itu begitu busuk jika tidak benar-benar dimaknai dengan hati, jadi nikmati sajalah pertunjukan yang ada.
cuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar